Author: RJulynda / July
Main
Cast: Moon Jongup (B.A.P)
- Kwon Navhi (OC)
Support
cast: Bang Yongguk (B.A.P)
Gendre : Romance – AU – Sad
Length: Ficlet
Rate : T / G
Disclameir : The story and plot it’s mine, out
from my little brain. Typo’s u’ll found’s NORMAL.
Poster
FF : Jongup Cap from B.A.P 1st
Adventure Credit to Mr. Cheetos – Edit by me.
NB. POV
yang digunakan dari awal itu POVnya Jongup ^^
Story of Us
[ The
Confession ]
Aku
hanya bisa merentangkan tanganku untuk meraih bahunya yang bergetar hebat untuk
memintanya berhenti menangis. Namun entah mengapa tanganku tak pernah bisa
menggapainya walau jarak kami sangat dekat. Aku hanya bisa mendengar suara
tangis dan dia yang duduk tertunduk disebuah kursi, menutupi wajah cantiknya
dengan kedua tangannya. “Kenapa kau begitu sedih? Apa yang kau tangisi Kwoniee”
dia tak juga menoleh padaku. Apa ini mimpi karnanya Navhi tidak bisa
mendengarku?. “Jongupieee, jebal irona”.
Aku
masih berusaha untuk menggapainya meski sepertinya tanganku tak akan pernah
bisa menggapainya. Aku menoleh saat telingaku mendengar suara yang memanggil
Navhi, “Navhi-aa, kau masih disini?”. Itu ibuku dan entah ada apa dengan hatiku
rasanya aku ingin sekali memeluk ibu dengan erat saat ini, wajah ibu terlihat
lelah. “Omma, kau terjaga sampai malam?” tanyaku namun sekali lagi tidak ada
respon, mereka seperti tidak mendengarku.
Disekeliling
aku hanya melihat Navhi dan Omma sekarang tak ada yang lainnya, terasa sangat
janggal. “Mianhae Omma, ini semua karena aku” lagi tangisan Navhi terdengar,
ini sungguh sangat menyesakkan buatku, mendengarnya menangis seperti ini tanpa
bisa menenangkannya. Navhi akan selalu mencariku saat dia sedih untuk menangis
didalam pelukkanku tapi kini aku hanya bisa berdiri dengan lelah ingin
menggapainya.
“Aku
meneleponnya untuk datang dengan cepat”. Iya aku ingat Navhi memang
meneleponku, dia menangis saat itu dan memintaku untuk menjemputnya karena
tidak tahan dengan pertengkaran orang tuanya dirumah. Aku dengan segera pergi
untuk menjemputnya. “Berhenti Kwon Navhi, berhenti menyakitiku dengan
tangisanmu”.
“Oppa,
jebal”. Mataku yang sipit ini seperti mendadak membesar mendengarnya
memanggilku Oppa, dia tidak pernah mau memanggilku Oppa karena menurutnya kita
berdua hanya berbeda beberapa bulan saja jadi dia tidak perlu memanggilku Oppa.
Hatiku berdesir, rasa sakit menghampiri dengan sangat cepat dan sangat menusuk,
kemudian suara nyaring memekak telingaku. “Oppaaaa…!!!”.
Nafasku
berhenti, mungkin jantungku juga berhenti untuk sesaat karena saat ini aku
melihat seseorang dengan tubuh dan wajah yang sangat mirip denganku terbaring
lemah dengan berbagai macam peralatan medis yang terpasang ditubuhnya, itu aku.
Navhi menangis tersedu dan Omma juga terlihat tidak jauh berbeda dengan Navhi,
mereka tersedu. Beberapa orang dengan pakaian putih sibuk memeriksa keadaanku
sedangkan aku hanya bisa mematung dengan segala pemadangan yang ada saat ini
dihadapanku.
“Tidak
apa-apa, saat ini dia sudah kembali stabil meski tadi denyut jantungnya sedikit
melemah, itu mungkin hanya efek dari oprasi” ucap dokter berkepala plontos itu
kepada Omma dan Navhi. “Teruslah ajak dia bicara untuk membuat peningkatan
respon dari otaknya, itu sangat membantu bagi pasien koma”. Koma? Ternyata aku
koma, itu mengapa Omma dan Navhi menangis, tapi bukankah aku harusnya bersama
Navhi di taman. Aku menjemputnya.
“Aku
tidak akan pernah memaafkanmu Moon Jongup, tidak akan” perkataan itu membuatku
kembali tersadar dari kebingungan yang menerpaku dengan apa yang terjadi saat
ini. Ucapan datar tanpa ekspresi itu membuatku takut dan sangat bersalah,
“Mianhae Kwon Navhi, Mianhae”.
-Story of Us-
Mungkin
kematian akan menghampiriku sebentar lagi, hanya itu yang bisa aku simpulkan
dari kajadian ini. Aku melihat tubuhku sendiri terbaring tanpa bisa bergerak,
rohku hanya bisa menontoninya tanpa bisa kembali bersatu dengan tubuh itu,
milikku, ragaku. Sudah hampir satu bulan dan disetiap hari itu pula Navhi
selalu mengunjungiku, duduk ditempat yang sama dengan air mata yang selalu saja
terurai. “Jangan tangisi aku”.
Seseorang
datang memasuki ruangan yang aku mulai benci ini. “Hyung”. Yongguk hyung
berhenti tepat didepan pintu, dia hanya memandang kosong pada tubuhku. “Oppa,
dia masih belum mau bangun”. Ini lelucon Tuhan paling hebat untukku, kenapa
harus aku menyaksikan semua ini dan mendengar semua ini. “Tuhan kau
menyiksaku”. Yongguk hyung menghampiri tubuhku, menggenggam tanganku dengan
genangan air mata yang sudah siap tertumpah. Yongguk hyung bahkan sampai datang
dari Amerika hanya untukku, “Moon Jongup, kau berjanji akan menyusulku ke
Amerika. Bangunlah”. Yah itu janjiku, janjiku pada Yongguk hyung untuk
menyusulnya kuliah ke Amerika. “Mianhae Hyung”.
“Makanlah,
Ahjuma bilang kau pergi dari rumah tanpa memakan apapun” Yongguk hyung
menyodorkan makanan pada Navhi tapi dia malah tidak melihatnya sama sekali,
hanya menatap tubuh bodohku yang tidak bisa bergerak.”Oppa, apa dia akan
bangun. Jongup, apa dia akan bangun?”. Yongguk hyung meletakkan bungkusan
makanan yang dipegangnya, merengkuh Navhi dalam pelukkannya. “Dia pasti bangun.
Ada sesuatu yang besar yang harus dia lakukan” Navhi menatap Yongguk dengan air
mata yang setia berada dipelupuknya, “Apa itu?” namun Yongguk hyung hanya
tersenyum menjawabnya. “Hyung, bisa kau wakilkan aku untuk memberitahunya. Aku
rasa aku tidak akan pernah bangun”. Kenyataan yang sangat menyedihkan saat diri
sendiri sudah mengetahui bahwa hanya tinggal menunggu malaikat kematian itu
menarikku dari sini, membawa jauh dari orang-orang yang aku cintai.
-Story of Us-
Aku
hanya bisa berdiri disudut ini tanpa bisa pergi kemana-mana, hanya mematung
dengan terus melihat tubuh kaku milikku terbaring juga melihat orang-orang yang
datang untuk menjenguk. “Jongupiee, aku menagih janjimu untuk menjaga Navhi.
Bangunlah dan bawa Navhi menemuiku di Amerika, aku harus pulang sekarang. Kau
harus bangun” bisik Yongguk hyung ditelinga pada tubuhku yang terbaring namun
aku bisa mendengarnya dengan sangat jelas, “Hyung, aku tidak akan bisa bangun
meski aku mau” namun kalimat dari Yongguk hyung membuatku tersentak “Aku tidak
akan memafkanmu Moon Jongup, tidak akan. Jika kau tidak bangun setelah membuat
adikku menangis terlalu lama”. Yah, Navhi adalah adik sepupu Yongguk hyung dan
mereka sangat dekat seperti saudara kandung itu sebabnya Yongguk hyung sangat
melindungi Navhi.
Aku
melihat Yongguk hyung yang akhirnya meninggalkan ruangan. Aku merenungi
kata-kata Yongguk hyung, aku memang berjanji padanya untuk menyusulnya ke
Amerika membawa Navhi bersamaku setelah aku melakukan itu. Pengakuan. Aku
memandangi tubuhku, ternyata seperti itu wujudku. Tidak menarik.
Malam
tiba saat Navhi akhirnya datang dan duduk dikursi tepat disebelah ranjang, aku
yakin dia baru saja mengantar Yongguk hyung ke airport. “Jongupiee, kau harus
bangun. Yongguk Oppa sudah kembali lagi ke Amerika, aku sendirian lagi
sekarang”. Aku benci dengan keadaan dan marah dengan keadaan, seseorang yang
aku cintai mengeluh padaku, memintaku bersamanya. Dia kesepian. “Biarkan aku
menemaninya atau biarkan aku tidak melihat ini semua dengan lenyapkan saja
nyawaku saat ini juga. Tuhan, kau dengar aku?” pukulanku hanya angin yang
bertabrakan dengan angin, tidak terjadi apapun hanya emosi yang bisa tertanam
akibat permainan Tuhan yang entah kapan melepaskanku.
-Story of Us-
Kepalaku
terasa berat, seluruh tubuhku merasakan sakit yang teramat sangat dan mataku
tidak bisa terbuka. Aku berusaha keras mengerakkan barang sedikit tubuhku dan
sepertinya berhasil, meski hanya jariku yang bergerak dan itu pun hanya
sedikit, “Kau bangun? Dokter …” hanya itu yang kudengar sesaat setelah aku bisa
membuka sedikit mataku yang kemudian kembali tertutup. Aku dengar jeritan Navhi
dan juga tangisan Omma disekitarku namun aku tidak bisa berbuat apa-apa, hanya
bisa mendengar semua keributan disekitarku. “Tuhan, kau permainkan aku lagi”.
Tidak
ada warna lain selain putih, aku seperti ada disebuah kotak yang keseluruhannya
berwarna putih. Aku sudah mati. Ucapan itu, semua kata-kata yang aku dengar
selama berdiri disudut ruangan itu seperti terulang dengan sangat tepat,
membuat hatiku terasa sangat berat dan sangat sakit. “Ijinkan aku
mengatakannya, ijinkan aku memenuhi janjiku pada mereka. Tuhan, bantu aku
sekali ini. Aku mohon”
-Story of Us-
Aku
berjalan pelan menuju taman yang tidak berada jauh dari komplek rumah Navhi,
sebelumnya dia sudah menceramahiku untuk tidak pergi kemanapun dan biarkan dia
yang datang kerumahku tapi setelah sedikit memohon akhirnya dia mengijinkanku.
Aku tidak lagi menggunakan motor kesayanganku, lagi pula itu sudah sangat
hancur karena kecelakaan hampir 3 bulan yang lalu saat aku dengan terburu-buru
ingin menjemput Navhi dirumahnya. Keadaan jalan yang licin sehabis hujan
membuatku tidak dapat berhenti dengan tepat saat menghindari untuk menabrak
anak kecil yang saat itu terlepas dari genggaman orang tuanya saat menyebrang,
motorku menabrak pembatas jalan dan kepalaku terbentur tiang listrik hingga
membuatku koma.
Yah,
kini aku kembali, Tuhan memberikan permintaanku saat itu. Kini tubuhku tak lagi
hanya terbaring kaku dan aku akan membuat pengakuanku saat ini juga padanya.
Aku sampai ditaman dan Navhi sudah berada disana, dia menghampiriku. “Kau
bahkan baru keluar rumah sakit 3 hari yang lalu Jongupiee” aku hanya terkekeh
melihat ekspresi wajahnya yang seperti suster rumah sakit itu. Entahlah aku
hanya merasa bahwa harus memanfaatkan waktu dan kesempatan yang diberikan Tuhan
padaku.
Rasa
sakit dikepalaku masih sangat terasa menusuk namun sekuat mungkin aku tidak
menghiraukannya dan memberikan senyumanku seperti biasa pada Navhi. “Yongguk
hyung memintaku membawamu ke Amerika” ucapku akhirnya setelah hanya diam
beberapa menit, “Perban saja masih ada dikepalamu Moon Jongup tapi kau sudah
bicara Amerika” dengusan kecil keluar dari bibir mungilnya, lagi aku hanya
tersenyum. “Tapi aku tidak akan membawamu kesana”, “Wae? Ya. Moon Jongup, apa
maksudmu?” dengan cepat Navhi menyambar ucapanku, sungguh aku mau tertawa
melihat wajahnya saat ini yang nampak kesal namun aku tahan karena rasa sakit
dikepalaku rasanya semakin tak tertahankan.
“Aaah..”
leguhku sambil memegang kepala, “Ya, gwaenchana? Kapalamu sakit?”. Aku
mengenggam tangan Navhi yang cemas dengan keadaanku, berusaha menenangkannya
“Tidak apa hanya sedikit nyeri” senyumku padanya dan tanpa aku kira Navhi
ternyata menangis. “Kau tidak boleh teridur lagi, jangan biarkan aku sendirian”
Navhi menundukkan kepalanya sambil tetap menangis. Aku memeluk Navhi posesif,
menenangkan tangisannya didalam pelukkanku. Navhi mengangkat kepalanya, dengan
air mata yang masing menggenang dia memintaku berjanji, “Berjanji padaku, kau
akan selalu menemaniku. Saranghae Moon Jongup, saranghae Oppa” aku kembali
memeluknya dengan erat. “Saranghae Kwon Navhi, jeongmal sarangheyo” akhirnya
aku bisa melakukannya, melakukan pengakuanku padanya meski aku didahuluinya.
Aku lega akhirnya perasaan yang selama ini terpendam bisa tersampaikan dan
terbalaskan. Aku akan disini bersamamu, menjauhkanmu dari kesepian yang sangat
kau benci.
-Story of Us-
Author
POV
Navhi
duduk di sebuah kedai kopi dipinggir jalan yang ada disekitaran L.A dengan
segelas latte yang menemani sorenya. “Kau pasti akan memamerkan senyummu dan
membuat para gadis jatuh hati dengan senyuman manismu itu Moon Jongup. Oppa”
Navhi tersenyum manis membayangkan senyuman manis khas seorang Moon Jongup,
seseorang yang akhirnya dia tau menyimpan perasaan cinta tulusnya sejak lama.
“Saya sudah memintanya tetap dirawat untuk
lebih lanjut melihat perkembangan seluruh organ tubuhnya sehabis koma tetapi
dia menolak”
Sore
itu setelah melakukan pengakuannya kepada Navhi bahwa dia mencintainya, Moon
Jongup meninggal dunia akibat pendarahan yang terjadi diotaknya. Jongup
meninggal setelah mengantar Navhi pulang kerumahnya, sesampainya dirumah dan
hendak menaiki tangga menuju kamarnya Jongup sudah tidak lagi bisa menahan rasa
sakit dikepalanya itu hingga membuatnya terjatuh.
“Kau
adalah bulan yang paling bodoh” ucap Navhi dengan senyum yang sarat dengan
kerinduan, sudah hampir satu tahun Jongup meninggal dan saat ini dia memutuskan
untuk kuliah di Amerika bersama dengan Yongguk dengan alasan untuk tak lagi
tertekan dengan kondisi orang tuanya yang selalu bertengkar dan juga seperti
memiliki kewajiban untuk berada disini, di Amerika. Navhi ingin mewujudkan
mimpi Jongup untuk kuliah di Amerika bersama, dia tau Jongup sudah merencanakan
segalanya untuknya.
Flashback
…
3
hari setelah Jongup meninggal, Navhi mengunjungi rumah Jongup. Navhi memasuki
kamar Jongup yang dibiarkan apa adanya oleh ibunya, kamar khas anak lelaki.
Dimeja belajar kecil yang ada disudut ruangan Navhi melihat beberapa foto
mereka yang terpajang dan juga beberapa note yang tertempel disana dan satu
dari note itu membuat hati Navhi berdesir hebat “Aku akan mengatakannya hari
ini dan akan membawanya ke Amerika agar tak lagi menangis”. Jantung Navhi
mencelos membaca tulisan di note itu, tulisan Jongup sebelum dia pergi
menemuinya sore hari itu ditaman, hari dimana dia pergi untuk selamanya.
Flashback
end ..
“Kau
sedang memikirkannya?” suara berat itu menyadarkan Navhi dari lamunannya akan
Jongup. “Oppa kau telat” saut Navhi menanggapi Yongguk tanpa menjawabnya
perkataannya. “Kau memikirkannya” ucap Yongguk lagi dengan senyuman, “Aku masih
tidak habis pikir kenapa si bodoh itu butuh waktu lama untuk mengatakannya”
ucap Navhi diakhiri dengan menghela nafasnya panjang. “Apapun itu, dia adalah Moonku, selamanya akan menjadi Moon
Jongupku” senyum Navhi ceria dengan penuh rasa cinta didalam hatinya untuk
seorang Moon Jongup yang selama ini menjaganya, menemaninya dari rasa kesepian
dan menenangkannya dari rasa sedih, seseorang yang dengan sangat sabar berada
disampingnya.
“Terima kasih Tuhan
untuk waktu yang kau berikan dan kau Kwon Navhi, saranghae”
-The End-
**Please don't copy paste and Re-Upload this story**
No comments:
Post a Comment